Ketenangan hati kita tergantung dari kemampuan mata hati kita untuk melihat bayangan masa depan. Tapi, kemampuan kita untuk melihat ...bagian yang sesungguhnya belum terlihat itu tergantung dari kebeningan hati kita. Orang yang sudah lama tidak membeningkan hatinya dengan doa dan ibadah, menjadi gelisah, pemarah, dan membesar-besarkan kekhawatiran kecil. Hati yang bening mampu melihat yang mendamaikan.
Sabtu, 01 September 2012
aku dan kamu.. Sudahlah ...
Kepada rindu yang tergantung di langit tak bertepi, mari bersahabat dan peluk aku erat. Jadikan senja ini lebih berarti.
Jangan enggan menghampiri, buang angkuh dan rengkuh rindu. Karena kita adalah dua sisi koin usang. Ditakdirkan berpasangan.
Kepada cinta yang kita puja. Kepada hati yang beresonansi. Dan rindu yang menyelinap di sela jari. Peluk aku, sampai pagi.
Kepada gairah yang meletup. Kepada hasrat yang meredup. Dan sebaris doa yang tertangkup. Adakah hati yang terketuk?
Jika kangen adalah danau yang tenang, apakah rindu adalah ombak yang menantang?
Jika cinta adalah api yang membara, apakah kasih adalah hangat yang meraja?
Jika dendam adalah bintang yang memudar, apakah benci adalah bisa yang menular?
Jika “selamanya” adalah utopia, mengapa kita mencintai dusta?
Jika “aku mencintaimu” tak lagi berarti, mengapa kita rela menunggu sampai buku jari memutih?
Jika harapan adalah riak yang terus bergetar, aku ingin menangkap gaungnya walau samar. Sampai hening memekakkan. Sampai jeda tak tertahankan. Sampai aksara kehilangan arti. Sampai hampa menemukan getir di lidah.
Ketika paradoks berevolusi, dan ironi adalah produk gagal masa kini. Lalu, kepada siapa menitipkan nurani?
Ketika senja dan malam bergulat dalam diam, pedang jingga cakrawala mulai menghunjam tajam. Menelikung dalam kegelapan. Hitam.
Kita bergulat dengan kata, jari saling menuding dan hati berdarah. Meleleh melalui ego yang mendidih. Berhenti di sudut jiwa yang perih. Lalu kita saling membelakangi. Meninggikan ego yang tak lagi berarti. Setelah hampa menyapa, semua sudah sia-sia. Percuma.
Mereka membicarakan tragedi. Merangkai kalimat berbunga yang terbungkus agitasi. Membungkus cinta dengan bingkai patah. Percuma. Tinggal getir yang terkecap di lidah. Maaf yang sia-sia. Cinta yang terhempas karena nafsu yang menggelora. Satu kata tersisa: Percuma.
Pertempuran dua hati. Mencoba mengikat dan dan saling memiliki. Mereka lupa konsep paling luhur. Cinta tak akan pernah hancur.
Mungkin kita tercipta untuk melengkapi. Mungkin konsep sejati hanya ilusi. Mungkin hujan adalah cinta langit kepada Bumi. Mungkin.
Sudahlah. Mungkin dua hati yang berdentum tak butuh harmoni. Kepastian itu membosankan! Kesempurnaan adalah jurang pemisah. Sudahlah.
kau, aku. kita ???
Kau, sang penyembur semangat sepanas api abadi. Mengembalikan jejak kehidupan di raga yang hampir mati.
Kau, tiga aksara yang mampu menampung semesta. Satu sosok tak sempurna yang begitu sempurna.
Kau, pelangi hitam putih. Yang mengalahkan keindahan prisma matahari.
Kau, paradoks Epimenides. Yang mengalahkan Sisifus, sang terhukum Zeus. Tak terpecahkan. Sampai akhir jaman.
Kau, dengan lengkung senyummu yang menawarkan candu. Aku, berdiri di tepian dengan jari bergetar, mencoba menggapai masa lalu.
Kau, dengan aliran airmata yang membuat untaian kata tak lagi bermakna. Aku, membeku. Terpaku.
Kau, rangkaian nada yang berdenting mengiring harmoni. Aku, terdiam mengurai dan menyesap setetes rindu.
Kau, imajinasi tak terjangkau logika. Aku, mencoba menyelami celah dibalik kamar usang bernama: rasa.
Kau. Ketika rumus fisika majal, matematika menemui ajal, kimia tak lagi berguna, dan biologi hanya kata tanpa arti. Kau, tak terdefinisi.
Karna Kodrat Mu.. :)
Terus saja memendam rasa... samapi semua nya hampa.
Apakah kamu pernah membayangkan? Kamu terus memendam rasa untuknya. Melihat gerak demi gerak tubuhnya. Membayangkan setiap senyumnya. Kemudian merefleksikannya di langit-langit kamar. Lalu secara otomatis mengembangkan senyummu sendiri, hingga kamu merasa gila dan insomnia dalam waktu bersamaan.
Kamu pernah merasakan? Mengendap-endap. Mencuri pandang akan indah dirinya. Menimbang-nimbang akan menyapanya. Mengurungkan semua niat seraya membuang muka ketika dia menengok ke arahmu. Di saat itu juga kamu kesal karena tak mendapatkan sapanya, tetapi bahagia karena dengan menegok ke arahmu, berarti dia menyadarimu.
Semuanya dilalui sampai waktu yang lama, lebih lama dari yang pernah kamu bayangkan. Hingga masing-masing dari kamu lupa, kemudian menemukan sangkar hati yang baru. Bagaimana jika, ketika kamu merasa bahwa yang kamu dapatkan sekarang benar-benar untukmu, kamu mendapati dia yang pernah kamu cinta dalam diam, ternyata juga mencintaimu. Dalam diam.
Bagaimana jika…
September Wish O:)
Semogaaaaa
1. Bisa lebih dewasa lagi menghadapi semua
2. Belajar lebih rajin lagi
3. Bisa manage uang bulanan dengan lebih teratur
4. Bisa punya someone special maybe, yg g trus2an PHPin aku. Haaahaa
5. Bisa punya temen kos yang lebih seru lagi kayak
dulu
6.Puasa senin-kamis lebih rajin lagi
7. Baca alquran setelah makrib kalo bsa jangan
tinggal
8. jangan sering.sering habisin wktu dgan merumpi !!! Inget
9. Urusan perkuliahan di lancarkan segala seswtu nya
10. Bahagiaaaaa dan keep smile di bulan apapun itu
Langganan:
Postingan (Atom)
Sabtu, 01 September 2012
aku dan kamu.. Sudahlah ...
Kepada rindu yang tergantung di langit tak bertepi, mari bersahabat dan peluk aku erat. Jadikan senja ini lebih berarti.
Jangan enggan menghampiri, buang angkuh dan rengkuh rindu. Karena kita adalah dua sisi koin usang. Ditakdirkan berpasangan.
Kepada cinta yang kita puja. Kepada hati yang beresonansi. Dan rindu yang menyelinap di sela jari. Peluk aku, sampai pagi.
Kepada gairah yang meletup. Kepada hasrat yang meredup. Dan sebaris doa yang tertangkup. Adakah hati yang terketuk?
Jika kangen adalah danau yang tenang, apakah rindu adalah ombak yang menantang?
Jika cinta adalah api yang membara, apakah kasih adalah hangat yang meraja?
Jika dendam adalah bintang yang memudar, apakah benci adalah bisa yang menular?
Jika “selamanya” adalah utopia, mengapa kita mencintai dusta?
Jika “aku mencintaimu” tak lagi berarti, mengapa kita rela menunggu sampai buku jari memutih?
Jika harapan adalah riak yang terus bergetar, aku ingin menangkap gaungnya walau samar. Sampai hening memekakkan. Sampai jeda tak tertahankan. Sampai aksara kehilangan arti. Sampai hampa menemukan getir di lidah.
Ketika paradoks berevolusi, dan ironi adalah produk gagal masa kini. Lalu, kepada siapa menitipkan nurani?
Ketika senja dan malam bergulat dalam diam, pedang jingga cakrawala mulai menghunjam tajam. Menelikung dalam kegelapan. Hitam.
Kita bergulat dengan kata, jari saling menuding dan hati berdarah. Meleleh melalui ego yang mendidih. Berhenti di sudut jiwa yang perih. Lalu kita saling membelakangi. Meninggikan ego yang tak lagi berarti. Setelah hampa menyapa, semua sudah sia-sia. Percuma.
Mereka membicarakan tragedi. Merangkai kalimat berbunga yang terbungkus agitasi. Membungkus cinta dengan bingkai patah. Percuma. Tinggal getir yang terkecap di lidah. Maaf yang sia-sia. Cinta yang terhempas karena nafsu yang menggelora. Satu kata tersisa: Percuma.
Pertempuran dua hati. Mencoba mengikat dan dan saling memiliki. Mereka lupa konsep paling luhur. Cinta tak akan pernah hancur.
Mungkin kita tercipta untuk melengkapi. Mungkin konsep sejati hanya ilusi. Mungkin hujan adalah cinta langit kepada Bumi. Mungkin.
Sudahlah. Mungkin dua hati yang berdentum tak butuh harmoni. Kepastian itu membosankan! Kesempurnaan adalah jurang pemisah. Sudahlah.
kau, aku. kita ???
Kau, sang penyembur semangat sepanas api abadi. Mengembalikan jejak kehidupan di raga yang hampir mati.
Kau, tiga aksara yang mampu menampung semesta. Satu sosok tak sempurna yang begitu sempurna.
Kau, pelangi hitam putih. Yang mengalahkan keindahan prisma matahari.
Kau, paradoks Epimenides. Yang mengalahkan Sisifus, sang terhukum Zeus. Tak terpecahkan. Sampai akhir jaman.
Kau, dengan lengkung senyummu yang menawarkan candu. Aku, berdiri di tepian dengan jari bergetar, mencoba menggapai masa lalu.
Kau, dengan aliran airmata yang membuat untaian kata tak lagi bermakna. Aku, membeku. Terpaku.
Kau, rangkaian nada yang berdenting mengiring harmoni. Aku, terdiam mengurai dan menyesap setetes rindu.
Kau, imajinasi tak terjangkau logika. Aku, mencoba menyelami celah dibalik kamar usang bernama: rasa.
Kau. Ketika rumus fisika majal, matematika menemui ajal, kimia tak lagi berguna, dan biologi hanya kata tanpa arti. Kau, tak terdefinisi.
Karna Kodrat Mu.. :)
Terus saja memendam rasa... samapi semua nya hampa.
Apakah kamu pernah membayangkan? Kamu terus memendam rasa untuknya. Melihat gerak demi gerak tubuhnya. Membayangkan setiap senyumnya. Kemudian merefleksikannya di langit-langit kamar. Lalu secara otomatis mengembangkan senyummu sendiri, hingga kamu merasa gila dan insomnia dalam waktu bersamaan.
Kamu pernah merasakan? Mengendap-endap. Mencuri pandang akan indah dirinya. Menimbang-nimbang akan menyapanya. Mengurungkan semua niat seraya membuang muka ketika dia menengok ke arahmu. Di saat itu juga kamu kesal karena tak mendapatkan sapanya, tetapi bahagia karena dengan menegok ke arahmu, berarti dia menyadarimu.
Semuanya dilalui sampai waktu yang lama, lebih lama dari yang pernah kamu bayangkan. Hingga masing-masing dari kamu lupa, kemudian menemukan sangkar hati yang baru. Bagaimana jika, ketika kamu merasa bahwa yang kamu dapatkan sekarang benar-benar untukmu, kamu mendapati dia yang pernah kamu cinta dalam diam, ternyata juga mencintaimu. Dalam diam.
Bagaimana jika…
September Wish O:)
Semogaaaaa
1. Bisa lebih dewasa lagi menghadapi semua
2. Belajar lebih rajin lagi
3. Bisa manage uang bulanan dengan lebih teratur
4. Bisa punya someone special maybe, yg g trus2an PHPin aku. Haaahaa
5. Bisa punya temen kos yang lebih seru lagi kayak
dulu
6.Puasa senin-kamis lebih rajin lagi
7. Baca alquran setelah makrib kalo bsa jangan
tinggal
8. jangan sering.sering habisin wktu dgan merumpi !!! Inget
9. Urusan perkuliahan di lancarkan segala seswtu nya
10. Bahagiaaaaa dan keep smile di bulan apapun itu
Langganan:
Postingan (Atom)